Blog ini ditujukan untuk tugas-tugas kuliah, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk tulisan yang bersifat umum.
Ferdian Faizal, Universitas Gunadarma, 2008

Thursday, March 15, 2012

Etika & Profesionalisme TSI


Aliran Hedonisme
Aliran Hedonisme merupakan salah satu teori etika yang paling tua, paling sederhana, paling kebenda-bendaan, dan dari abad ke abad slalu kita temukan. Untuk aliran ini, kesenangan (kenikmatan) adalah tujuan akhir hidup dan yang baik yang tertinggi. Kaum hedonis modern memilih kata kebahagiaan untuk kesenangan. Hedonisme pertama-tama dirumuskan oleh Aristippus yang salah menafsirkan ajaran gurunya, Socrates yang berkata bahwa tujuan hidup adalah kebahagiaan. Aristippus menyamakan kebahagian dengan kesenangan. Menurutnya, kesenangan berkat gerakan lemah, rasa sakit berkat gerakan kasar. Kesenangan sesaat yang dinikmati itu yang dihargai. Suatu perbuatan disebut baik jika dapat menyebabkan kesenangan dan memberi kenikmatan. Kebajikan menahan kita agar tidak jatuh dalam nafsu yang berlebihan yakni gerakan kasar jadi tidak menyenangkan.

“Hedonism” menurut kamus oxford memiliki makna The highest good and proper aim of human life. Menurut John Winter dalam bukunya yang berjudul Agar Langkah Hidup Anda Bahagia, mengatakan bahwa gaya hidup hedonisme diciptakan oleh sebuah zaman di mana zaman ini telah mendahulukan keinginan yang bersumber dari hawa nafsu, bukan dari pikiran rasional yang nyata. Maka aliran Hedonisme ini yakni “Hidup yang berisi dengan penuh kesenangan berfoya-foya, menomorsatukan gengsi, kaum borjuis (eksklusifitas), dan terus menerus dilakukan tanpa memikirkan hal lain dan memiliki pemikiran bahwa  kesenangan yang dilakukan tak lekang oleh waktu,  dan mereka yang melakukan itu hanya bisa menggunakan fasilitas dari kekayaan orangtuanya, dan ciri dari aliran hedonisme ini bagi yang menjalankan adalah selalu dimanja oleh orangtuanya, bahkan tidak pernah mendapatkan perhatian dari orangtuanya, karena kesibukan orang tuanya”.

Aliran Positivisme 
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik).
Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan. Terdapat tiga tahap dalam perkembangan positivisme, yaitu:
1. Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun perhatiannya juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan Spencer.
2. Munculnya tahap kedua dalam positivisme – empirio-positivisme – berawal pada tahun 1870-1890-an dan berpautan dengan Mach dan Avenarius. Keduanya meninggalkan pengetahuan formal tentang obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan suatu ciri positivisme awal. Dalam Machisme, masalah-masalah pengenalan ditafsirkan dari sudut pandang psikologisme ekstrim, yang bergabung dengan subyektivisme.
3. Perkembangan positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan tokoh-tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain. Serta kelompok yang turut berpengaruh pada perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat Filsafat Ilmiah Berlin. Kedua kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran seperti atomisme logis, positivisme logis, serta semantika. Pokok bahasan positivisme tahap ketiga ini diantaranya tentang bahasa, logika simbolis, struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
Tokoh aliran filsafat ini adalah Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Dia dilahirkan di
Switzerland, tetapi sebagian besar hidupnya dihabiskan di Perancis dimana dia menjadi filsuf terpimpin pada masanya. Rousseau diakui sebagai bapak romantisisme, yaitu suatu gerakan di mana para seniman dan para penulis menekankan tema-tema yang sentimentil, kealamiahan/kewajaran, dan kemurnian. Gagasan ini mempengaruhi konsepsi Rousseau tentang anak. Naturalisme mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang lahir di dunia mempunyai pembawaan baik, namun pembawaan tersebut akan menjadi rusak karena pengaruh lingkungan, sehingga aliran Naturalisme sering disebut Negativisme.

Pandangan Rousseau tentang perkembangan anak disajikan dalam novelnya Emile (1762). Emile adalah teori pendidikan yang ditujukan kepada bangsawan kaya pada zamannya yang biasanya hidup artifisial dipenuhi dengan segala macam tata cara hidup ningrat. Dalam karyanya yang tersohor ini, Rousseau menggambarkan perawatan dan pemantauan seorang anak laki-laki bernama Emile dari masa bayi hingga dewasa muda.

Ajaran filsafat naturalisme romantik Rousseau dalam Emile antara lain berisi gagasan sebagai berikut: “Segala sesuatu yang berasal dari Sang Pencipta adalah baik, tetapi segala sesuatu menjadi rusak karena tangan manusia. Pendidikan Emile adalah pendidikan naturalistik atau alami dalam arti: (1) pendidikan yang mengembangkan
kemampuan-kemampuan alami atau bakat/pembawaan anak, (2) pendidikan yang berlangsung dalam alam, dan (3) pendidikan negatif. Dengan menggunakan sarana berupa sastra, Rousseau mampu menggambarkan pandangan teoritisnya tentang perkembangan anak dan memberikan saran-saran mengenai metode yang paling tepat tentang cara merawat dan mendidik anak. Yang mendasar bagi teori Rousseau adalah kembalinya kepada pandangan
Descartes bahwa anak-anak dilahirkan dengan membawa pengetahuan dan ide, yang berkembang secara alamiah dengan usianya. Perkembangan dalam pandangan ini,
dihasilkan melalui suatu rangkaian tahapan yang dibimbing oleh suatu proses sejak
dilahirkan. Pengetahuan itu diperoleh secara bertahap melalui interaksi dengan
lingkungannya yang diarahkan oleh minat dan perkembangannya sendiri. Pengetahuan
bawaan anak meliputi hal-hal seperti prinsip-prinsip keadilan dan kejujuran, dan yang
berada di atas semuanya yaitu rasa kesadaran. “Rouseau juga memandang bahwa anak
pada dasarnya adalah baik karena Tuhan membuat segala sesuatu baik
(Krogh,1994:15).

Sesuai dengan pandangan di atas, maka pendekatan untuk mendidik anak bukanlah
dengan mengajar anak secara formal atau melalui pengajaran langsung, akan tetapi
dengan memberi kesempatan kepada mereka belajar melalui proses eksplorasi dan
diskoveri. “Anak harus diberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman
positif, diberi kebebasan dan mengikuti minat-minat spontannya. (Krogh, 1994:15).
Rousseau mengkritik pendidikan yang sifatnya artifisial atau dibuat-buat, dan dia
menganjurkan pendidikan itu harus natural.

Dalam biografinya Emile, Rousseau menyarankan bahwa untuk mendidik Emile
paling sedikit harus mengandung tiga gagasan yang saat ini didukung oleh beberapa
ahli pendidikan. Pertama, anak-anak dapat didorong untuk mempelajari disiplin ilmu
(body of knowledge) hanya apabila mereka telah memiliki kesiapan kognitif untuk
mempelajarinya. Kedua, anak-anak belajar sebaik mungkin apabila mereka didorongsecara mudah kepada informasi atau gagasan dan dilibatkan untuk memperoleh suatu
pemahaman tentang dirinya melalui proses penemuan oleh dirinya sendiri. Ketiga,
perawatan dan pendidikan anak harus membantu perkembangan secara permisif dari pada
menggunakan jenis interaksi yang mengandung disiplin kaku, karena disiplin kaku tidak
sesuai dengan pandangan yang lebih romantis tentang anak. Sesuai dengan
pandangannya bahwa anak dilahirkan membawa bakat yang baik, maka pendidikan
adalah pengembangan bakat anak secara maksimal melalui pembiasaan, latihan,
interaksi dengan alam, permainan, partisipasi dalam kehidupan, serta penyediaan
kesempatan belajar dan belajar selaras dengan tahap-tahap perkembangan anak.

Naturalisme memiliki tiga prinsip tentang proses pembelajaran (M. Arifin dan
Aminuddin R., 1992: 9), yaitu:

a. Anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi interaksi antara
pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan perkembangan di dalam dirinya
secara alami.

b. Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidik
berperan sebagai fasilitator atau narasumber yang menyediakan lingkungan yang mampu
mendorong keberanian anak didik ke arah pandangan yang positif dan tanggap terhadap
kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik. Tanggung jawab
belajar terletak pada diri anak didik sendiri.

c. Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat denganmenyediakan lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola belajar anak didik. Anak
didik secara bebas diberi kesempatan untuk menciptakan lingkungan belajarnya sendiri
sesuai dengan minat dan perhatiannya.
Dengan demikian, aliran Naturalisme menitikberatkan pada strategi pembelajaran yang
bersifat paedosentris; artinya, faktor kemampuan individu anak didik menjadi pusat
kegiatan proses belajar-mengajar.

Aliran Idealisme
Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.
Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit sampai kepada pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun mengalami pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan sifat superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan cara hidup menurut kebenaran tertinggi.
Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
Kadangkala dunia idea adalah pekerjaan norahi yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita yang arealnya merupakan lapangan metafisis di luar alam yang nyata. Menurut Berguseon, rohani merupakan sasaran untuk mewujudkan suatu visi yang lebih jauh jangkauannya, yaitu intuisi dengan melihat kenyataan bukan sebagai materi yang beku maupun dunia luar yang tak dapat dikenal, melainkan dunia daya hidup yang kreatif (Peursen, 1978:36). Aliran idealisme kenyataannya sangat identik dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan dua macam realita. Pertama, yang tampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang demikian seterusnya. Kedua, adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea), gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan wujud yang hakiki.
Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi kehidupan manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu lainnya. Oleh karena itu, adanya hubungan rohani yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru (Bakry, 1992:56). Maka apabila kita menganalisa pelbagai macam pendapat tentang isi aliran idealisme, yang pada dasarnya membicarakan tentang alam pikiran rohani yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita, di mana manusia berpikir bahwa sumber pengetahuan terletak pada kenyataan rohani sehingga kepuasaan hanya bisa dicapai dan dirasakan dengan memiliki nilai-nilai kerohanian yang dalam idealisme disebut dengan idea.
Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir mereka dengan pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah alam pikiran (Ali, 1991:63). Sehingga, rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksanaan dari paham ini. Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme. Namun pada porsinya, para filosof idealisme mengetengahkan berbagai macam pandangan tentang hakikat alam yang sebenarnya adalah idea. Idea ini digali dari bentuk-bentuk di luar benda yang nyata sehingga yang kelihatan apa di balik nyata dan usaha-usaha yang dilakukan pada dasarnya adalah untuk mengenal alam raya. Walaupun katakanlah idealisme dipandang lebih luas dari aliran yang lain karena pada prinsipnya aliran ini dapat menjangkau hal-ihwal yang sangat pelik yang kadang-kadang tidak mungkin dapat atau diubah oleh materi, Sebagaimana Phidom mengetengahkan, dua prinsip pengenalan dengan memungkinkan alat-alat inderawi yang difungsikan di sini adalah jiwa atau sukma. Dengan demikian, dunia pun terbagi dua yaitu dunia nyata dengan dunia tidak nyata, dunia kelihatan (boraton genos) dan dunia yang tidak kelihatan (cosmos neotos). Bagian ini menjadi sasaran studi bagi aliran filsafat idealisme (Van der Viej, 2988:19).
Plato dalam mencari jalan melalui teori aplikasi di mana pengenalan terhadap idea bisa diterapkan pada alam nyata seperti yang ada di hadapan manusia. Sedangkan pengenalan alam nyata belum tentu bisa mengetahui apa di balik alam nyata. Memang kenyataannya sukar membatasi unsur-unsur yang ada dalam ajaran idealisme khususnya dengan Plato. Ini disebabkan aliran Platonisme ini bersifat lebih banyak membahas tentang hakikat sesuatu daripada menampilkannya dan mencari dalil dan keterangan hakikat itu sendiri. Oleh karena itu dapat kita katakan bahwa pikiran Plato itu bersifat dinamis dan tetap berlanjut tanpa akhir. Tetapi betapa pun adanya buah pikiran Plato itu maka ahli sejarah filsafat tetap memberikan tempat terhormat bagi sebagian pendapat dan buah pikirannya yang pokok dan utama.
Antara lain Betran Russel berkata: Adapun buah pikiran penting yang dibicarakan oleh filsafat Plato adalah: kota utama yang merupakan idea yang belum pernah dikenal dan dikemukakan orang sebelumnya. Yang kedua, pendapatnya tentang idea yang merupakan buah pikiran utama yang mencoba memecahkan persoalan-persoalan menyeluruh persoalan itu yang sampai sekarang belum terpecahkan. Yang ketiga, pembahasan dan dalil yang dikemukakannya tentang keabadian. Yang keempat, buah pikiran tentang alam/cosmos, yang kelima, pandangannya tentang ilmu pengetahuan (Ali, 1990:28).
sumber :